Sehinggatidak salah kalau Tanjung Benoa dikenal sebagai pusat wisata bahari di Bali. Aktifitas wahana air sangat tergantung dari kondisi pasang surut air laut yang dikenal istilah pasang purnama dan pasang tilem. Jika kena pengaruh bulan mati (tilem), atraksi wisata laut baru bisa dilangsungkan di atas pukul 11.00 hingga sore.
Badung Regency is one of the tourist areas crowded with visitors, so that development continues to be developed as a support for tourist areas, one of which is a hotel. Hotel construction can cause building loads in a certain period; it can cause land subsidence. Land subsidence that co-occurs with sea-level rise can potentially be a tidal flood in the future. This study aimed to determine the rate of land subsidence in Badung Regency and the potential for tidal flooding due to land subsidence and sea-level rise in Badung Regency. The method used to calculate the rate of land subsidence is Small Baseline Subset Differential Interferometric Synthetic Aperture Radar SBAS-DInSAR, which utilizes radar satellite imagery data Sentinel-1a IW level images and Sentinel-1b IW level images. The image data used in the SBAS-DInSAR method consists of 166 image data and Digital Elevation Model DEM data with a spatial resolution of 30 m which is used for the topographic phase removal phase. Meanwhile, land subsidence data is used to determine the potential for tidal flooding, and it is predicted using regression; then, an overlay is carried out with the highest tide data along with the value of sea-level rise every year. To facilitate the observation of land subsidence, the daily image data obtained are then averaged into monthly data in each village. The fastest land subsidence rate from 2014 to 2020 occurred in Tuban Village. The prediction of the most significant tidal flood in 2030 to 2040 will occur in Tuban Village due to the influence of rapid land subsidence in the village. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman 64-70 64 JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY journal homepage ISSN 2621 - 0096 electronic; 2621 - 0088 print Potensi Terjadinya Banjir Rob Akibat Penurunan Muka Tanah dan Kenaikan Muka Air Laut di Kabupaten Badung, Bali Frans Elvanshaa, I Gede Hendrawana*, Ida Bagus Mandhara Brasikaa aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia *Corresponding author, email 1. Pendahuluan Kabupaten Badung memiliki wilayah seluas 418,52 km2 dan 36 daya tarik wisata, yang ditopang dengan adanya sektor pariwisata sehingga mengakibatkan pertumbuhan pembangunan pada kawasan tersebut Umilia et al., 2017. Menurut BPS Kabupaten Badung 2020 data jumlah hotel di Kabupaten Badung mengalami penambahan setiap tahunnya seperti pada tahun 2016 dengan jumlah hotel sebanyak buah, pada tahun 2017 sebanyak buah, pada tahun 2018 sebanyak buah, pada tahun 2019 sebanyak buah, dan tahun 2020 sebanyak buah. Menurut Sukearsana et al. 2015 hotel β hotel di Kabupaten Badung memenuhi sebagian kebutuhan air bersih dengan menggunakan air tanah sebesar m3/bulan. Pemompaan air tanah dapat mengurangi jumlah air pada lapisan akuifer sehingga terjadi kekosongan pada pori β pori tanah yang mengakibatkan buoyancy effect di bawah permukaan tanah akan berkurang sehingga terjadi penurunan muka tanah Whittaker dan Reddish, 1989. Penurunan muka tanah land subsidence merupakan kondisi permukaan bumi tenggelam ke tingkat yang lebih rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain penurunan tanah secara alami yang timbul karena adanya siklus geologi dan sedimentasi daerah cekungan, penurunan tanah karena pengambilan air tanah, dan penurunan karena beban bangunan Whittaker dan Reddish, 1989. Penurunan muka tanah yang terus terjadi dapat menjadi penyebab banjir rob untuk tahun mendatang Kahar et al., 2011. Banjir rob adalah suatu keadaan dimana genangan air pada bagian daratan pantai yang terjadi pada saat air laut pasang. Banjir rob dapat menggenangi bagian daratan pantai atau wilayah yang posisinya lebih rendah dari muka air laut Yualelawati et al., 2008. Nicholls et al. 2000 menyebutkan bahwa banjir rob di wilayah pesisir dapat menimbulkan berbagai gangguan berupa terganggunya fungsi wilayah pesisir dan perkotaan, terganggunya fungsi sarana dan prasarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara, terganggunya kawasan pemukiman, penurunan produktivitas lahan pertanian, dan peningkatan risiko wabah penyakit. Banjir rob terjadi terutama disebabkan oleh pengaruh penurunan muka tanah, perubahan iklim, dan tinggi β rendahnya pasang surut air laut akibat gaya gravitasi Yualelawati et al., 2008. Perubahan iklim yang dimaksud disini adalah pemanasan global global warming. Pemanasan global mempengaruhi badai, perubahan suhu, dan tentu saja kenaikan muka air laut Klein et al., 1999. Kenaikan muka air laut yang terjadi di stasiun pasang surut Benoa, Badung terjadi hingga 4,7 mm/tahun Lumban-Gaol et al., 2016. Jika dilihat dari jumlah pertumbuhan bangunan, penggunaan air tanah dan kenaikan muka air laut yang terjadi maka Kabupaten Badung berpotensi terjadi penurunan muka tanah bahkan banjir rob. Pada penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui laju dari land subsidence dan bagaimana potensi Article history Received 16 November 2021 Received in revised form 18 Januari 2022 Accepted 23 Februari 2022 Available online 31 Agustus 2022 Badung Regency is one of the tourist areas crowded with visitors, so that development continues to be developed as a support for tourist areas, one of which is a hotel. Hotel construction can cause building loads in a certain period; it can cause land subsidence. Land subsidence that co-occurs with sea-level rise can potentially be a tidal flood in the future. This study aimed to determine the rate of land subsidence in Badung Regency and the potential for tidal flooding due to land subsidence and sea-level rise in Badung Regency. The method used to calculate the rate of land subsidence is Small Baseline Subset Differential Interferometric Synthetic Aperture Radar SBAS-DInSAR, which utilizes radar satellite imagery data Sentinel-1a IW level images and Sentinel-1b IW level images. The image data used in the SBAS-DInSAR method consists of 166 image data and Digital Elevation Model DEM data with a spatial resolution of 30 m which is used for the topographic phase removal phase. Meanwhile, land subsidence data is used to determine the potential for tidal flooding, and it is predicted using regression; then, an overlay is carried out with the highest tide data along with the value of sea-level rise every year. To facilitate the observation of land subsidence, the daily image data obtained are then averaged into monthly data in each village. The fastest land subsidence rate from 2014 to 2020 occurred in Tuban Village. The prediction of the most significant tidal flood in 2030 to 2040 will occur in Tuban Village due to the influence of rapid land subsidence in the village. 2022 JMRT. All rights reserved. Keywords Badung; tidal flood; Sentinel-1; SBAS-DInSAR; land subsidence JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman 64-70 65 terjadinya banjir rob akibat penurunan muka tanah dan kenaikan muka air laut di Kabupaten Badung. Karena laju penurunan muka tanah dan potensi banjir rob tersebut masih belum diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian terkait hal tersebut di Kabupaten Badung. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah metode Small Baseline Subset Differential Interferometric Synthetic Aperture Radar SBAS-DInSAR karena pada metode tersebut menggunakan dua atau lebih perbedaan fasa pada citra SAR dengan akuisisi yang berbeda untuk mendapatkan nilai deformasi Akbar et al., 2015. Metode Regresi Linear digunakan untuk memprediksi penurunan muka tanah yang akan terjadi dan kemudian dilakukan layout dengan data pasang tertinggi. 2. Metode Penelitian Kondisi Geologi Kabupaten Badung Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten yang berada di Pulau Bali dengan luas wilayah 418,52 km2 dengan 6 kecamatan BPS Kabupaten Badung, 2020. Berdasarkan kondisi geografis, sumber daya alam, lingkungan hidup, dan sosial budaya maka Kabupaten Badung dibagi menjadi 3 wilayah pembangunan yaitu Badung Utara, Badung Tengah, dan Badung Selatan. Secara geologi Badung Tengah dan Badung Selatan sebagian besar struktur tanahnya berupa endapan alluvial yang berasal dari endapan sungai dan lapukan tanah vulkanik muda dan beberapa wilayah terdapat jenis tanah Red Mediteran yang kurang peka terhadap erosi Pemerintah Kabupaten Badung, 2007. Waktu dan Tempat Adapun waktu dan tempat dilaksanakannya analisis data pada bulan November 2020 hingga Februari 2021 yang berlokasi di pesisir Kabupaten Badung, Bali dengan fokus lokasi wilayah β€ 20 MDPL yang didapatkan dari peta Digital Elevation Model DEM. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Kulp and Strauss 2019 bahwa wilayah pesisir berada pada wilayah β€ 20 MDPL. Pengolahan dan analisis data dilaksanakan di Center for Remote Sensing and Ocean Sciences CReSOS Universitas Udayana. Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian yang Berada Pada Wilayah Pesisir Small Baseline Subset Differential Interferometric Synthetic Aperture Radar SBAS-DInSAR Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Data SAR dengan Metode SBAS-DInSAR Data citra yang digunakan merupakan data Citra Sentinel-1a dan Sentinel-1b Interferometric Wide Swath IW level Single Look Complex SLC dengan format wilayah Badung tahun 2014-2020. Pada mode IW yang dimiliki Sentinel-1a dan Sentinel-1b dapat melakukan pengamatan dengan resolusi spasial sekitar 5 m x 20 m. Pada Sentinel-1a dan Sentinel-1b menggunakan sensor C-band dengan panjang gelombang 3,75-7,5 cm Parwata et al., 2020. Menurut Islam et al. 2017 masing-masing satelit bisa melakukan repeat cycle setiap 12 hari dan menggunakan konstelasi kedua satelit menciptakan Sentinel-1 mempunyai repeat cycle setiap 6 hari. Pada penelitian ini memakai 166 citra satelit Sentinel-1 level yang dimulai dari tanggal 16 Oktober 2016 hingga 31 Desember 2020 dan data DEM dengan resolusi spasial 30 m yang nantinya digunakan untuk tahap penghapusan fase topografi. Banyaknya data citra yang digunakan karena metode ini diharapkan dapat mengatasi fenomena dekorelasi temporal dengan cara memilih distributed scatterers DS berdasarkan tingkat koherensinya dan metode ini juga untuk menghilangkan atmospheric artifacts dan kesalahan topografi dari kumpulan interferogram, dan mendapatkan informasi displacement time-series Berardino et al., 2002. Persebaran titik orbit satelit dari pengamatan SAR dapat diketahui dengan memilih baseline perpendicular pendek β€ 150 m atau baseline temporal yang pendek 48 hari. Hal ini juga menjadi faktor dalam memperoleh nilai koherensi yang tinggi antara citra master dan slave Ferreti et al., 2007. Dalam analisis SBAS-DInSAR untuk mengetahui deformasi pada permukaan bumi juga dilakukan penghapusan fase pada interferogram meliputi fase topografi, fase deformasi, fase atmosferik, fase orbit, dan fase gangguan. Kemudian untuk dapat mengetahui perubahan dari Line of Sight LOS menjadi penurunan tanah pada setiap perbedaan data citra yang diamati dengan menggunakan rumus berikut Parwata et al., 2020 DSub = β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦1 Dimana DSub merupakan perpindahan arah vertikal atau subsidence, DLOS merupakan perpindahan searah LOS LOS displacement, dan ΞΈi merupakan sudut insiden. JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman 64-70 66 Regresi Linear Sederhana Pada metode ini diharapkan dapat memprediksi penurunan tanah yang akan terjadi di masa yang akan datang yang berdasarkan dari hasil dari metode SBAS-DInSAR. Regresi linear merupakan sebuah pendekatan yang digunakan untuk memodelkan hubungan antara 1 variabel tetap respons atau kriterion dengan 1 atau lebih variabel bebas prediktor atau regresor. Jika hanya menggunakan 1 variabel bebas, teknik ini disebut sebagai regresi linear sederhana Harlan, 2018. Persamaan untuk model regresi linear sederhana adalah sebagai berikut β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦2 Dimana Y merupakan variabel dependen yang akan diramalkan; a merupakan intersep intercept; b merupakan kemiringan slope atau koefisien regresi; X merupakan variabel bebas. Potensi Terjadinya Banjir Rob Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kabupaten Badung Untuk mengetahui potensi terjadinya banjir rob perlu dilakukan prediksi penurunan muka tanah dan pasang tertinggi yang akan terjadi. Pada penelitian ini digunakan metode regresi untuk mengetahui prediksi penurunan muka tanah pada setiap desa dalam jangka waktu 10 tahun dan 20 tahun kedepan dari tahun 2020. Prediksi dilakukan dengan jangka waktu maksimal 20 tahun dikarenakan data yang digunakan untuk memprediksi tergolong pendek yaitu 6 tahun 2 bulan sehingga kurang baik jika digunakan untuk prediksi dalam jangka yang lebih panjang. Agar mempermudah pengamatan penurunan muka tanah, data harian citra yang diperoleh kemudian dirata-ratakan menjadi data bulanan di setiap desa. Dari nilai rata-rata tersebut dibagi manjadi 3 kategori laju penurunan muka tanah yaitu 0 sampai -10 mm lambat, -11 mm sampai -20 mm sedang, dan > -21 mm cepat. Kemudian dibuatkan grafik dan garis regresi linear. Dari regresi linear tersebut didapatkan nilai koefisien determinasi R2, slope kemiringan garis dan intercept. Untuk mengetahui pasang tertinggi menggunakan data prediksi pasang tertinggi HWL dari BIG dari tahun 2000 hingga 2020 sehingga didapatkan nilai pasang tertinggi sebesar 1,646 m, kemudian ditambahkan dengan nilai rata-rata kenaikan muka air laut di Tanjung Benoa yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan Lumban-Gaol et al. 2016 sebesar 4,7 mm/tahun. Maka dapat diprediksi pasang tertinggi pada tahun 2030 adalah 1,693 m dan tahun 2040 sebesar 1,74 m. 3. Hasil dan Pembahasan Laju Penurunan Muka Tanah Gambar 4. Wilayah dengan Penurunan Muka Tanah tertinggi di Kabupaten Badung Gambar 3. Penurunan Muka Tanah di Wilayah Kabupaten Badung a 16 Oktober 2014, b 23 Oktober 2015, c 17 Oktober 2016, d 24 Oktober 2017, e 31 Oktober 2018, f 26 Oktober 2019, g 20 Oktober 2020, h 31 Desember 2020, i Peta Pulau Bali JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman 64-70 67 Pada penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui penurunan muka tanah di wilayah pesisir Kabupaten Badung dengan menggunkan metode SBAS-DInSAR telah didapatkan hasil seperti pada gambar 3. Pada peta tersebut menampilkan hasil setiap 12 bulan dan tanggal akuisisi data yang berbeda dikarenakan data perekaman citra tidak akan selalu berada pada tanggal yang sama. Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa hampir seluruh wilayah pesisir Kabupaten Badung mengalami penurunan muka tanah. Penurunan muka tanah ditampilkan pada warna biru hingga merah, dimana warna tersebut menunjukan seberapa besar penurunan muka tanah yang terjadi pada Gambar 3 dan Gambar 4. Penurunan muka tanah di Kabupaten Badung seperti pada Gambar 3 dan 4 diakibatkan oleh berbagai faktor yaitu adanya beban bangunan dan kondisi geologi. Berdasarkan hasil yang diperoleh penurunan muka tanah cenderung terjadi di bagian selatan dari Kabupaten Badung yang dikarenakan oleh bagian Badung Selatan merupakan wilayah dominasi pariwisata dan sebagian besar kondisi tanahnya berupa tanah alluvial Pemerintah Kabupaten Badung, 2007. Hal ini sesuai dengan pernyataan Abidin et al. 2011 bahwa penurunan muka tanah yang terjadi dapat disebabkan oleh empat faktor, yaitu pengambilan air tanah secara berlebih, beban bangunan, konsolidasi alami tanah aluvial, dan aktivitas tektonik. Pada Gambar 4 menunjukan dengan lebih jelas bahwa terjadi penurunan muka tanah di wilayah Desa Legian mencapai -231 mm, penurunan muka tanah ditandai dengan adanya piksel berwarna merah. Hal tersebut dikarenakan pada Desa Legian merupakan wilayah yang padat akan pertokoan, penginapan, dan pemukiman dengan jumlah bangunan keseluruhan pada tahun 2019 mencapai bangunan dengan luas wilayah 3,05 km2 BPS Kecamatan Kuta, 2020. Pada umumnya wilayah perkotaan mengalami penurunan muka tanah yang disebabkan oleh beban bangunan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Abidin et al. 2011 dan Yulyta 2018, bahwa salah satu penyebab penurunan muka tanah adalah beban bangunan. Pada piksel yang berlubang dikarenakan wilayah tersebut mengalami uplift, menurut Yastika 2019 hilangnya piksel juga dapat terjadi karena SBAS-DInSAR tidak dapat mendeteksi area vegetasi dan air karena hilang atau rendahnya nilai koheren. Pada kasus ini hilang atau rendahnya nilai koheren dipengaruhi oleh tingkat kekasaran surface roughness permukaan obyek, sedangkan permukaan obyek yang halus akan menghamburkan sebagian besar sinyal, dan permukaan yang kasar akan memantulkan lebih banyak sinyal ke sensor Lillesand et al., 2004. Penurunan muka tanah 0 sampai -10 mm Lambat Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan didapatkan 8 desa dengan laju penurunan muka tanah tergolong lambat yaitu Desa Cemagi dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -0,66 mm. Desa Munggu dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -1,29 mm. Desa Perenan dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -5,97 mm. Desa Canggu dengan nilai penurunan muka Gambar 5. Bagian Kiri Peta Penurunan Muka Tanah dan Bagian Kanan Grafik Time Series Penurunan Muka Tanah Kategori Lambat Pada a Desa Cemagi, b Desa Munggu, c Desa Perenan, d Desa Canggu, e Desa Tububeneng, f Desa Kerobokan Kelod, g Desa Seminyak, h Desa Benoa JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman 64-70 68 tanah mencapai -3,93 mm. Desa Kerobokan Kelod dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -4,80 mm. Desa Tibubeneng dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -7,41 mm. Desa Seminyak dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -5,89 mm. Desa Benoa dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -7,51 mm. Pada wilayah-wilayah tersebut, lambatnya laju penurunan muka tanah yang terjadi seperti pada Desa Cemagi dan Desa Munggu diakibatkan karena sebagian besar wilayahnya masih berupa sawah atau area vegetasi, dapat dilihat pada gambar terdapat banyak area yang tidak terdapat nilai piksel. Karena pada wilayah tersebut masih didominasi oleh area vegetasi sehingga minimnya beban bangunan atau pengaruh terhadap pengunaan air tanah secara berlebih dan masih adanya daerah resapan air tanah. Sedangkan pada Desa Tibubeneng, Desa Seminyak, dan Desa Benoa sebagian besar wilayahnya sudah mulai terdapat bangunan seperti pemukiman dan sarana pendukung kegiatan wisata. Oleh karena itu wilayah tersebut mengalami laju penurunan muka tanah yang sedikit lebih cepat. Penurunan muka tanah -11mm sampai -20mm Sedang Gambar 6. Bagian Kiri Peta Penurunan Muka Tanah dan Bagian Kanan Grafik Time Series Penurunan Muka Tanah Kategori Sedang Pada a Desa Kuta, b Desa Jimbaran Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan didapatkan 2 desa dengan laju penurunan muka tanah tergolong sedang yaitu Desa Kuta dan Desa Jimbaran. Desa Kuta dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -19,68 mm. Desa Jimbaran dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -18,08 mm. Pada wilayah Desa Kuta dan Desa Jimbaran laju penurunan muka tanah pada wilayah tersebut tergolong sedang karena memang padatnnya wilayah tersebut. Menurut BPS Kecamatan Kuta 2020 di Desa Kuta pada tahun 2019 terdapat buah bangunan pada Desa Kuta yang merupakan pusat pariwisata di Kabupaten Badung dan pada kedua wilayah tersebut karena banyaknya bangunan sehingga wilayah yang dapat digunakan sebagai wilayah resapan cukup sedikit. Penurunan muka tanah > -21mm Cepat Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan didapatkan empat desa dengan laju penurunan muka tanah tergolong cepat yaitu Desa Kedonganan, Desa Legian, Desa Tuban, dan Desa Tanjung Benoa. Desa Kedonganan dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -25,82 mm. Desa Legian dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -28,19 mm. Desa Tuban dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -33,38 mm. Desa Tanjung Benoa dengan nilai penurunan muka tanah mencapai -24,61 mm. Gambar 7. Bagian Kiri Peta Penurunan Muka Tanah dan Bagian Kanan Grafik Time Series Penurunan Muka Tanah Kategori Cepat Pada a Desa Kedonganan, b Desa Legian, c Desa Tuban, d Desa Tanjung Benoa Dari seluruh wilayah pengamatan penurunan muka tanah tercepat berada pada Desa Tuban, hal tersebut dapat dilihat pada gambar 7 yang dimana penurunan muka tanah terjadi pada sebagian wilayah pada Desa Tuban yang digunakan sebagai bandara. Menurut Zhuo et al. 2020, wilayah yang pernah dilakukan pengurukan pada masa lalu seperti pada wilayah bandara merupakan salah satu penyebab penurunan muka tanah karena kandungan tanah dari reklamasi atau pengurukan yang belum padat yang kemudian terjadi kompresi dengan adanya kendaraan berat. Berdasarkan grafik penurunan muka tanah yang didapatkan, dapat dilihat bahwa pada setiap desa dominan mengalami penurunan muka tanah baik secara cepat atau lambat. Perbedaan penurunan muka tanah tersebut dapat dipengaruhi dari beban bangunan yang ada dan berkurangnya air dalam tanah yang diakibatkan oleh penggunaan yang berlebih. Potensi Terjadinya Banjir Rob Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kabupaten Badung Tabel 1. Nilai Penurunan Muka Tanah dan Prediksi Penurunan Muka Tanah JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman 64-70 69 Berdasarkan perhitungan prediksi penurunan muka tanah menggunakan metode regresi linear didapatkan nilai prediksi penurunan muka tanah dari data pengamatan citra satelit tahun 2014 hingga tahun 2020. Pada tahun 2020 Desa Tuban merupakan wilayah dengan penurunan muka tanah tertinggi dengan -33,38 mm. Pada hasil prediksi dapat dilihat bahwa penurunan muka tanah hingga tahun 2040 pada Desa Tuban dapat mencapai -141,86 mm. Hal tersebut tentunya dapat lebih diperhatikan dalam upaya mitigasi, terlebih wilayah tersebut merupakan objek vital berupa bandara udara. Luasan wilayah yang berpotensi tergenang oleh banjir rob dapat dipetakan berdasarkan data prediksi penurunan muka tanah, data pasang tertinggi, dan nilai prediksi kenaikan muka air laut setiap tahunnya. Dalam penelitian ini prediksi banjir rob diasumsikan pada kondisi seperti saat ini atau tidak ada kondisi antisipasi pembuatan tanggul, pembangunan Giant Wall, dll dan nilai kenaikan muka air laut tetap 4,7mm/tahun. Adapun peta potensi genangan banjir rob yang akan terjadi pada tahun 2030 dan 2040 dapat disajikan pada Gambar 8. Gambar 8. Prediksi Genangan Banjir Pada a Desa Cemagi, b Desa Munggu, c Desa Perenan, d Desa Canggu, e Desa Tububeneng, f Desa Kerobokan Kelod, g Desa Seminyak, h Desa Legian, i Desa Kuta, j Desa Tuban, k Desa Kedonganan, l Desa Jimbaran, m Desa Benoa, n Desa Tanjung Benoa JMRT, Volume 5 No 2 Tahun 2022, Halaman 64-70 70 Tabel 2. Nilai Prediksi Luas dan Jarak Genangan Banjir Rob Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa setiap tahun luas genangan dan jarak genangan banjir rob dari pantai semakin meluas dengan adanya pengaruh dari penurunan muka tanah dan kenaikan muka air laut. Lahan yang berpotensi terdampak pada umumnya merupakan wilayah pemukiman, bandara, dan wilayah wisata pesisir. Menurut Nicholls et al. 2000 bahwa banjir rob di wilayah pesisir dapat menyebabkan berbagai gangguan berupa gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota yang dekat dengan pantai, terganggunya fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, area pelabuhan dan area bandara, terganggunya kawasan permukiman, berkurangnya produktivitas lahan pertanian, dan dapat meningkatkan risiko wabah penyakit. Desa yang memiliki potensi genangan terluas yaitu Desa Tuban, hal tersebut dapat diakibatkan karena elevasi pada desa tersebut tergolong rendah. Pada Desa Tuban wilayah yang sangat terdampak yaitu pada bandara I Gusti Ngurah Rai. Hal tersebut akan menjadi kerugian bagi masyarakat dan pelaku wisata yang terdampak dengan terjadinya banjir rob. 4. Kesimpulan Pada seluruh wilayah penelitian cenderung terjadi penurunan muka tanah secara linear. Laju penurunan muka tanah pada penelitian ini terjadi hingga -33,38 mm pada tahun 2020 di Desa Tuban, sedangkan pada Desa Cemagi -0,66 mm, Desa Munggu -1,29 mm, Desa Perenan -5,97 mm, Desa Canggu -3,93 mm, Desa Kerobokan Kelod -4,8 mm, Desa Tibubeneng -7,41 mm, Desa Kedonganan -25,82 mm, Desa Kuta -19,68 mm, Desa Legian -28,19 mm, Desa Seminyak -5,89 mm, Desa Benoa -7,51 mm, Desa Jimbaran -18,08 mm, dan Desa Tanjung Benoa -24,61 mm. Sedangkan wilayah yang berpotensi terjadinya banjir rob dengan genangan yang akan terus meluas dikarenakan oleh adanya penurunan muka tanah dan kenaikan muka air laut yang terjadi. Potensi genangan pada tahun 2030 seluas 241,56 ha, dan tahun 2040 seluas 261,58 ha. Desa yang rentan terjadi banjir rob karena cepatnya penurunan muka tanah dan elevasi tanah yang tergolong rendah adalah desa Tuban. Ucapan Terima Kasih Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, orang tua, dosen pembimbing maupun penguji, dan teman-teman atas segala bentuk dukungannya yang diberikan selama penelitian berlangsung. Daftar Pustaka [BPS] Badan Pusat Statistika Kabupaten Badung. 2020. Kabupaten Badung dalam Angka 2020. Badung Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung. [BPS Kecamatan Kuta] Badan Pusat Statistika Kabupaten Badung. 2019. Kecamatan Kuta Dalam Angka 2019. Badung Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung. Abidin, Andreas, H., Gumilar, I., et al. 2011. Land subsidence of Jakarta Indonesia and its relation with urban development. Nat Hazards 59, 1753. Akbar Tengku Oki Al, Yudo Prasetyo, Arwan Putra Wijaya. 2015. Analisis Dampak Penurunan Muka Tanah Terhadap Tingkat Ekonomi Menggunakan Kombinasi Metode DInSAR dan SIG Studi Kasus Kota Semarang. Jurnal Geodesi Undip Vol. 4 No. 4. Berardino Paolo, G. Fornaro, R. Lanari and E. Sansosti. 2002. A New Algorithm for Surface Deformation Monitoring Based on Small Baseline Differential SAR Interferograms. IEEE Transactions On Geoscience And Remote Sensing, Vol. 40, No. 11. Ferretti, A., Andrea Monti-Guarnieri, Claudio Prati, dan Fabio Rocca. 2007. InSAR Principles Guidelines for SAR Interferometry Processing And Interpretation. The Netherlands ESA Publications. Harlan Johan. 2018. Analisis Regresi Linear. Depok Gunadarma. Islam Y. Prasetyo, B. Sudarsono. 2017. Analisis Penurunan Muka Tanah Land Subsidence Kota Semarang Menggunakan Citra Sentinel-1 Berdasarkan Metode Dinsar Pada Perangkat Lunak Snap. Jurnal Geodesi Undip, vol. 6, no. 2, pp. 29-36. S. Kahar, P. Purwanto, W. K. Hidajat. 2011. Dampak Penurunan Tanah dan Kenaikan Muka Laut Terhadap Luasan Genangan Rob di Semarang. Jurnal Presipitasi Media Komunikasi dan Pengembangan Teknik Lingkungan, 72, 83-91. Klein Nicholls, 1999. Assesment of Coastal Vulnerability to Climate Change. Ambio, 28 2, 182-187. Kulp, Strauss, New Elevation Data Triple Estimates of Global Vulnerability to Sea-Level Rise and Coastal Flooding. Nat Commun 10, 4844. Lillesand, Thomas M, Kiefer, RW Chipman and Jonathan W. 2004. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan. Yogyakarta Gadjah Mada University Press. Lumban-Gaol Jonson, Amellus Andi Mansawan, James P. Panjaitan. 2016. Variation and Trend of Sea Level Derived from Altimetry Satellite and Tide Gauge in Cilacap and Benoa Coastal Areas. International Journal of Remote Sensing and Ocean Sciences June 201659-66. Nicholls, de la Vega-Leinert dan Anne. 2000. Overview of The SURVAS Projet. Proceeding of APN / SURVAS / LOICZ Joint Conference on Coastal Impacts of Climate Change and Adaptation in The Asia-Pacipic Region, Kobe Japan 14-16 Nopember 2000. Parwata, I. N. S. et al. 2020. Monitoring the Subsidence Induced by Salt Mining in Tuzla, Bosnia and Herzegovina by SBAS-DInSAR Method. Rock Mechanics and Rock Engineering 53 5155 - 5175. Pemerintah Kabupaten Badung. 2007. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Badung Tahun 2007. Badung Pemerintah Kabupaten Badung Provinsi Bali Sukearsana I., Sila Dharma I., Nuarsa I. 2015. Kajian Daerah Terintrusi Air Laut Di Wilayah Pesisir Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. ECOTROPHIC Jurnal Ilmu Lingkungan Journal of Environmental Science, 92, 72-78 Umilia Ema, dkk. 2017. Pengembangan Air Terjun Coban Pelangi Desa Wisata Gubugklakah Kabupaten Malang Berdasarkan Potensi Ekonomi dan Sosial Masyarakat. ITS. Surabaya. Whittaker and Reddish 1989. Subsidence Occurence, Prediction and Control. DME Univ of Notthingham, Elsiver, New York. Yastika Putu Edi. 2019. Application of Multi-temporal Differential Interferometry SAR to Long-term Monitoring Subsidence in Semarang, Indonesia and Volcanic Deformation in Sakurajima, Japan. Doctoral Dissertation. Japan Yamaguchi University. Yualelawati E dan Syihab U. 2008. Mencerdasi Bencana. Jakarta PT. Grasindo. Yulyta Sendy Ayu. 2018. Aplikasi Metode SBAS-DInSAR Menggunakan Data Sentinel-1A Untuk Pengamatan Penurunan Muka Tanah Di Kota Surabaya. Tesis. Surabaya Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Zhuo Guanchen., et al. 2020. Evaluating Potential Ground Subsidence Geo-Hazard of Xiamen Xiangβan New Airport on Reclaimed Land by SAR Interferometry. Journal Sustainability 2020, 12, 6991. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Zhuo Keren DaiHuina HuangJin DengThe land reclaimed from the seaside may have a long-term subsidence trend, which poses a potential geohazard in the future land use. Xiamen Xiangβan New Airport XXNA is built on reclaimed land since 2016. Based on the spaceborne Sentinel-1 data between January 2018 to April 2019 and the time series interferometric synthetic aperture radar InSAR technique, this paper analyzed the reclaimed land subsidence evolution at XXNA in this period. InSAR measurements show that XXNA is suffering from severe subsidence, mainly in three regions because of the earth and sand compacting. By analyzing the spatial subsidence characterizations of the main subsiding areas combined with historical land reclamation and future land use planning, we find the potential threat of subsidence to future land use. Correlation between subsidence and the period of reclamation was found, indicating that the consolidation and compression in dredger fill is the main cause of subsidence. By combining subsidence monitoring results with different land use types and adopting the Expectation Ex and Entropy En methods, we analyzed the key area with potential subsidence geo-hazard. This work shows that with SAR interferometry, it is possible to find the large area ground subsidence in the airport reclaimed area. The areas with potential subsidence geo-hazards are consistent with the deep reclaimed earth, which means high subsidence risk in the ground subsidence induced by salt mining has been causing significant damage in Tuzla, Bosnia and Herzegovina since the 1950s. Several investigations and geodetic surveys have been conducted, traditional topographic surveys 1950β2003 and static GPS surveys 2004β2007. The last GPS survey 2006β2007 revealed that the subsidence in Tuzla was still occurring at a rate of about β 10 cm/year in some areas. Although monitoring of the subsidence has been on-going at a few points since 2010, by means of the real-time kinematic GNSS method, it lacks spatial coverage. Therefore, an appropriate method is required to monitor the subsidence over an extensive area at a low cost and with less labor time. Differential Interferometry Synthetic Aperture Radar DInSAR, together with the Small Baseline Subset SBAS time-series algorithm, is one of the solutions for use as an effective monitoring tool. The spatial distribution of the subsidence obtained by SBAS-DInSAR shows a good agreement with the subsidence obtained from the former monitoring results. The temporal transition of the subsidence obtained by SBAS-DInSAR is evaluated using the results by the real-time kinematic GNSS monitoring system. It was shown that the DInSAR results coincide with the GNSS results with a discrepancy of less than 10 mm. SBAS-DInSAR detected that the subsidence had almost vanished everywhere, except the north and northeast portions of Pannonica Lake where the rate of subsidence was β 1 to β 4 cm/year during the period of October 2014βMay 2019. This study demonstrates that SBAS-DInSAR can be employed as a useful and effective subsidence monitoring tool without the need to install any devices in the monitoring estimates of global mean sea-level rise this century fall below 2 m. This quantity is comparable to the positive vertical bias of the principle digital elevation model DEM used to assess global and national population exposures to extreme coastal water levels, NASAβs SRTM. CoastalDEM is a new DEM utilizing neural networks to reduce SRTM error. Here we show β employing CoastalDEMβthat 190 M people 150β250 M, 90% CI currently occupy global land below projected high tide lines for 2100 under low carbon emissions, up from 110 M today, for a median increase of 80 M. These figures triple SRTM-based values. Under high emissions, CoastalDEM indicates up to 630 M people live on land below projected annual flood levels for 2100, and up to 340 M for mid-century, versus roughly 250 M at present. We estimate one billion people now occupy land less than 10 m above current high tide lines, including 250 M below 1 m. Richard KleinRobert J. NichollsThis paper presents the concepts and ideas that underpin the chapter Coastal Zones of the UNEP Handbook. Particular emphasis is given to the conceptual framework, which is centered around the concept of vulnerability. Further, the IPCC Common Methodology for Assessing Coastal Vulnerability to Sea-Level Rise is evaluated and compared with the Technical Guidelines. One notable difference between the 2 approaches concerns the use of scenarios. In the Common Methodology scenarios are prescribed, while the Technical Guidelines allow users maximum freedom in selecting and developing scenarios. Finally, the paper discusses 3 levels of increasingly complex assessment in coastal zones. As more experience is acquired, coastal databases improve and better analytical tools and techniques are developed, more comprehensive and integrated assessments will become is the capital city of Indonesia with a population of about million people, inhabiting an area of about 660 square-km. In the last three decades, urban development of Jakarta has grown very rapidly in the sectors of industry, trade, transportation, real estate, and many others. This exponentially increased urban development introduces several environmental problems. Land subsidence is one of them. The resulted land subsidence will also then affect the urban development plan and process. It has been reported for many years that several places in Jakarta are subsiding at different rates. The leveling surveys, GPS survey methods, and InSAR measurements have been used to study land subsidence in Jakarta, over the period of 1982β2010. In general, it was found that the land subsidence exhibits spatial and temporal variations, with the rates of about 1β15 cm/year. A few locations can have the subsidence rates up to about 20β28 cm/year. There are four different types of land subsidence that can be expected to occur in the Jakarta basin, namely subsidence due to groundwater extraction, subsidence induced by the load of constructions settlement of high compressibility soil, subsidence caused by natural consolidation of alluvial soil, and tectonic subsidence. It was found that the spatial and temporal variations of land subsidence depend on the corresponding variations of groundwater extraction, coupled with the characteristics of sedimentary layers and building loads above it. In general, there is strong relation between land subsidence and urban development activities in present a new differential synthetic aperture radar SAR interferometry algorithm for monitoring the temporal evolution of surface deformations. The presented technique is based on an appropriate combination of differential interferograms produced by data pairs characterized by a small orbital separation baseline in order to limit the spatial decorrelation phenomena. The application of the singular value decomposition method allows us to easily "link" independent SAR acquisition datasets, separated by large baselines, thus increasing the observation temporal sampling rate. The availability of both spatial and temporal information in the processed data is used to identify and filter out atmospheric phase artifacts. We present results obtained on the data acquired from 1992 to 2000 by the European Remote Sensing satellites and relative to the Campi Flegrei caldera and to the city of Naples, Italy, that demonstrate the capability of the proposed approach to follow the dynamics of the detected of sea levels continuously is very important in order to adapt the disasters in the coastal areas. Conventionally observations of sea level using tide gauge, but the number of tide gauge installed along the coast of Indonesia is still limited. Altimetry satellite data is one solution; therefore it is necessary to assess the potential and accuracy of altimetry satellite data to complement the sea level data from tide gauges. The study was conducted in the coastal waters of Cilacap and Bali by analysis data Envisat satellite altimetry for period 2003 to 2010 and data compiled from a variety of satellite altimetry from 2006 to 2014. Data tidal was used as a comparison of altimetry satellite data. The altimetry satellite data in Cilacap and Benoa waters more than 90% could be used to assess the variation and the sea level rise during the period 2003-2010. The rate of sea level rise both the data of tidal and satellite altimetry data indicates the same rate was mm/year in Cilacap. in Benoa are mm/year and mm/year Badung dalam Angka 2020. Badung Badan Pusat Statistik Kabupaten BadungBadan Pusat Statistika KabupatenBadungBadan Pusat Statistika Kabupaten Badung. 2020. Kabupaten Badung dalam Angka 2020. Badung Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung. [BPS Kecamatan Kuta] Badan Pusat Statistika Kabupaten Badung. 2019. Kecamatan Kuta Dalam Angka 2019. Badung Badan Pusat Statistik Kabupaten Dampak Penurunan Muka Tanah Terhadap Tingkat Ekonomi Menggunakan Kombinasi Metode DInSAR dan SIG Studi Kasus Kota SemarangAkbar Tengku Oki AlYudo PrasetyoAkbar Tengku Oki Al, Yudo Prasetyo, Arwan Putra Wijaya. 2015. Analisis Dampak Penurunan Muka Tanah Terhadap Tingkat Ekonomi Menggunakan Kombinasi Metode DInSAR dan SIG Studi Kasus Kota Semarang. Jurnal Geodesi Undip Vol. 4 No. Principles Guidelines for SAR Interferometry Processing And InterpretationA FerrettiAndrea Monti-GuarnieriClaudio PratiFabio DanRoccaFerretti, A., Andrea Monti-Guarnieri, Claudio Prati, dan Fabio Rocca. 2007. InSAR Principles Guidelines for SAR Interferometry Processing And Interpretation. The Netherlands ESA Publications.
BERITA 02 Des 2011. TABEL-TABEL PASANG SURUT. Untuk menyelesaikan berbagai problem pasang surut, maka di atas kapal terdapatlah tabel-tabel pasang surut.A. Untuk Kepulauan Indonesia, termasuk Singapura, kita memakai daftar pasang surut Kepulauan Indonesia (Indonesian archipelago tidetables) yang diterbitkan oleh HIDRAL (Hidrografi AL). Muka
Main watersport Tanjung Benoa di Bali tidak lengkap rasanya tanpa memegang kondisi Pasang surut air laut Tanjung Benoa. Maksudnya? Perlu diketahui, permainan watersport Bali di Tanjung Benoa sangat sangat sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut air laut karena memang secara geografis berbentuk teluk. Permainan air bisa jalan aktifitasnya jika air laut dalam kondisi pasang besar karena akan memudahkan speedboat untuk bisa lalu lalang disini. Tapi jika air laut surut, tentu akan mematikan aktifitas watersport disini. Nah, agar tidak rugi datang jauh-jauh ke Tanjung Benoa Bali, perlu sekali mengetahui prakiraan pasang surut air laut Tanjung Benoa. Berikut kami berikan tabel pasang surut air laut Tanjung Benoa dalam 14 hari ke depan. Sedangkan jam buka watersport β wita Bulan Oktober 2014 tanggal 6 β Pasang β wita β Surut β wita tanggal 7 β Pasang β wita β Surut β wita tanggal 8 β Pasang β wita β Surut β wita tanggal 9 β Pasang β wita β Surut β wita tanggal 10 β Pasang β wita β Surut β wita tanggal 11 β Pasang β wita β Surut wita tanggal 12 β Pasang β wita β Surut dan wita tanggal 13 β Pasang β wita β Surut β wita tanggal 14 β Pasang β wita β Surut β wita tanggal 15 β Pasang β wita β Surut β wita tanggal 16 β Pasang β wita β Surut β wita tanggal 17 β Pasang β wita β Surut β wita tanggal 18 β Pasang β wita dan β wita β Surut β wita tanggal 19 β Pasang β wita dan β wita β Surut β wita Untuk mendapat info pasang surut air laut Tanjung Benoa lebih lanjut diluar tanggal diatas, silakan hubungi kami di 0361-2198880 / hp. 081339633454 / email sales / pin BB 2b0b02a1
Pasangsurut air laut sangat dipengaruhi oleh posisi bulan terhadap bumi. Saat bulan purnama, di Tanjung Benoa air mulai pasang di pagi hari sampai siang hari sekitar jam 1 siang. Setelah jam 1, air berangsur-angsur surut. Demikian juga hari-hari biasanya, air laut mulai surut biasanya setelah jam 2 atau 3 sore.
TelukBenoa merupakan kota pesisir di perairan pasang surut. Tanjung benoa merupakan kota pesisir yang dikenal karena wisata baharinya, yang bergantung pada pasang surut air laut. Sumber daya ekonomi di daerah Tanjung dan Teluk Benoa adalah pertanian, pertambangan, industri, perdagangan, angkutan, layanan jasa, dan listrik.
Dilansirdari Wikipedia, kegiatan wahana air di Tanjung Benoa sangat tergantung dari kondisi pasang surut air laut atau yang lebih dikenal dengan istilah pasang purnama dan pasang tilem. Apabila sedang musim bulan mati (tilem), maka kegiatan watersport di Tanjung Benoa baru dapat dilakukan di atas pukul 11.00 siang sampai sore (waktu setempat).
Samaseperti simulasi untuk komponen pasut semidiurnal, kondisi yang dicuplik untuk komponen pasut diurnal, juga pada 4 keadaan yaitu pasang tertinggi, pasang menuju surut, surut terendah dan surut menuju pasang . Di Teluk Benoa, komponen K1 memiliki amplitudo 25 cm dengan beda fase 590[6].
Mangrovemerupakan ekosistem khas pesisir di wilayah pasang surut air laut dengan karakteristik habitat yang unik di setiap jenisnya. Mangrove Indonesia terluas dunia yaitu 3,4 juta hektar, tetapi 1,82 juta ha mangrove Indonesia berada dalam keadaan kritis (2018) dan selama kurun waktu 2010 - 2015 terjadi degradasi mangrove seluas 260.859,32 ha. Terjadi fenomena unik pada []
OZ79f. kf5qz0k1qq.pages.dev/91kf5qz0k1qq.pages.dev/24kf5qz0k1qq.pages.dev/231kf5qz0k1qq.pages.dev/144kf5qz0k1qq.pages.dev/151kf5qz0k1qq.pages.dev/392kf5qz0k1qq.pages.dev/304kf5qz0k1qq.pages.dev/189kf5qz0k1qq.pages.dev/298
pasang surut air laut benoa